Setiap
orang pasti memiliki mimpi, tapi seberapa tinggi kita berani bermimpi dan
seberapa besar keinginan kita untuk menggapai mimpi itu sendiri ?. Mimpi adalah
sebuah pondasi kesuksesan, layaknya bangunan akan kubangun pondasi mimpiku
sekuat mungkin hingga tetap kokoh berdiri tegap meski di terpa oleh badai
ataupun gempa sekalipun.
Aku ryan, lelaki yang memiliki
segudang mimpi yang indah dan berjuta impian namun mimpi terbesarku dari kecil
hingga sekarang masih tetap sama yakni menjadi penulis sukses dengan beribu
karya dan dihargai banyak orang. Membayangkan saja sudah membuat kebanggaan
tersendiri di hatiku, segera kupejamkan mata kuhela nafasku dengan tarikan nan
tipis dan kubisikkan sebuah harapan kepada Tuhan “ Akan ku genggam kuat dan kugantungkan impian
ini setinggi-tingginya hingga kelak menembus batas mimpiku “ kubuka pelan mataku
sambil tersenyum cerah seraya menyambut semangat pagi ini.
“Ryaaan” sontak kutolehkan kepalaku
kebelakang, kudapati seorang wanita terhebat didepan pintu kamarku dengan wajah
tersenyum, ya itu ibuku, dengan nada yang lembut dia bilang “ Ryan udah lama
bangun kok belum siap-siap pergi sekolah, jam berapa sekarang ! seiring
mendengar ucapan ibu kupandangi jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.20.
Sontak, secepat kilat kuterjun dari ranjangku dan bergegas menuju kamar mandi
untuk sekedar membasuh muka. Tak perlu lama dengan tikungan tajam kulandaskan
diri didapur yang sempit untuk sarapan pagi dengan menu lauk yang selalu sama
yaitu sepotong tahu dan sehiris tempe. Benar saja kami bukan keluarga yang
berada, sekolahku saja dibiayai dari beasiswa yang kudapat saat SMP dulu dan sedikit
tambahan dari hasil ibu jualan kue basah. Ibuku sosok wanita yang penyayang dan
pekerja keras, disetiap bangun subuh aku dengan tergopoh gopoh sempoyangan
berjalan menuju tempat air wudhu, ibu sudah terlebih dahulu berada didapur duduk
rapi dengan tangan yang sibuk membuat kue. Melihat rutinitas ibuku bekerja
itu tekadang terbenak kesedihan dihati
dan terkadang menjadi sebuah motivasi tersendiri untukku. kutanamkan dalam hatisaat
itu “kelak akan kubuatkan ibuku rumah yang
besar dengan tulisanku, kubelanjakan banyak baju dengan tulisanku, kubelikan
makanan yang enak dengan tulisanku dan kubahagiakan ibuku dengan tulisanku”
Persiapan pun sudah rampung, saatnya
menuju Madrasah Aliyah Darul Ulum Kotabaru, sekolah yang membentuk karakterku
hingga seperti ini. Tidak begitu jauh dari rumah sehingga cukup berjalan kaki
saja, berolahraga sambil beribadah, kan kata pa ustadz orang berjalan menuju
kebun ilmu setiap langkahnya dibalas dengan kebajikan. Hmm. Padahal karena belum
mampu membelli kendaraan. Setibanya di sekolah aku pun duduk rapi siap untuk
menerima pembelajaran pertama yang dibimbing oleh pak zaim, guru bahasa inggris
termuda di sekolah ini.
Teeeeet...teet… bunyi bel bersenandung
di seluruh penjuru sekolah, para siswa secara berhaburan keluar kelas, yang
tertinggal hanya aku dan kedua sahabatku yona dan ipul, yona adalah anak yang
rajin dan cerdas, ini dibuktikannya dengan turut sertanya di Olimpiade Sains
yang diadakan tahun lalu ,sedangkan ipul
salah satu temanku yang polos dan humoris, banyak lakuannya yang membuatku selalu
tertawa terbahak-bahak dibuatnya, bayangkan saja dia pernah menggesek kartu
BPJS di ATM. Saat itu ketika kudapati dia di dalam ruang ATM sedang teriak
sejadi-jadinya “Kenapa Gak Bisaa” dan tidak lama kemudian dia keluar melewati
pintu kaca itu, dengan muka yang datar dia bilang “Hufh dasar Iklan pembohong katanya
kartu BPJS bisa digunakan untuk orang tidak mampu”. tawa lepas dan sedikit
mengejek terlontar dibibirku saat itu “ hahaha…kayaknya polos dan bodoh itu
beda tipis ya”
Kuhabiskan setiap waktu istirahatku
berkumpul bersama dua sahabatku ini, mulai dari jajan bersama, ngombrol bareng
atau hanya sekedar kumpul dengan aktivitas kami masing-masing, kali ini yang
dilakukan yona dan ipul sibuk asyik beradu cerita mengenai kehebatan gadis
pujaan mereka masing-masing sedangkan aku hanya merenung dengan kepala yang
kusandarkan diatas tangan kiriku dan tangan kananku mengutak atik buku catatan
dengan setangkai pulpen. Tak tahu apa yang kutuliskan hanya sebuah coretan tak
karuan. bukannya aku tidak tertarik dengan bahan pembicaraan kedua sahabatku
itu ataupun tidak tau menahu mengenai namanya cinta. Hmm jangan salah, aku
sangat mengenal produk yang satu ini, buktinya aku selalu menjadi konsultan
cinta untuk dua sahabatku itu. hanya saja, Aku seperti penjual suatu produk
yang aku sendiri tak pernah mencicipi produk yang kujual. Ku selalu berpikir
dalam cinta ada yang disebut dengan hukum kepantasan, yang baik akan berjodah
dengan orang baik dan orang tidak baik akan berjodoh dengan orang tidak baik
pula, jadi yang kulakukan sekarang masih memantaskan diri untuk jodohku kelak.
Toh bila aku sudah sukses nanti akan lebih mudah untuk memilih gadis mana yang
aku suka. Tidak muluk-muluk cukup baik, perhatian, pintar, religius dan
penyayang saja...hehe
Plaak, satu pukulan kecil mendarat
dipundakku. “Woi apa yang kamu lamunkan”. tutur ipul. Sontak kuterkejut dan
langsung saja ku jawab “kamu ini mengagetkan saja”, dengan topik yang berbeda
ipul melanjutkan pertanyaaannya padaku, “yan, kan ujian sebentar lagi, apa
rencanamu setelah lulus nanti kuliah
atau langsung kerja ?, ku jawab “soal keinginan sih aku ingin sekali kuliah dijurusan sastra tapi bicara kemampuanku
dalam hal biaya untuk mendaftar NOL BESAR
pul. “ hufh kayanya api semangat pengejar mimpi sahabat kita satu ni
mulai redup yon, sindir ipul sambil mencolek yona yang berada disebelahnya.
sambungku“
tenang kawan mimpiku masih terjaga dengan aman hanya saja kalian juga taukan
ini masalah keadaanku yang …. Belum selesai bicara langsung disambarkan yona “
banyak jalan menuju roma yan, kudengar sekolah kita punya program beasiswa
untuk siswa berprestasi dibidang seni, kenapa gak coba aja” sontak aku berdiri dan bercetus dengan wajah sumringah “ hah,
benar itu yon” tanpa mendengar jawaban yona segera ku angkat kaki dan kuayunkan
langkahku dengan cepat menuju ruang guru untuk menanyakan kebenaran hal itu dan
terang saja benar adanya.
Sesampai ku dirumah kulepaskan
sepatu dan kubuang begitu saja disamping pintu tua itu, tanpa menghiraukan tas
yang masih ku pompang dengan semangat yang berkobar kucari berkas-berkas yang
mungkin kuperlukan untuk persyaratan beasiswa yang besoknya nanti kuserahkan
kepada pihak sekolah, dimulai dari ijazah SMPku, kartu keluarga hingga
piagam-piagam prestasi yang sudah kudapat. Setelah semua itu kudapatkan barulah
ku bisa bernafas lega dan tiba-tiba suara aneh menyelinap ditelingaku
“Gruuu’uuk” kusadari ternyata itu suara perutku yang mulai meronta-ronta karna lapar melanda.
Satu hari, satu minggu , kemudian satu
bulan hingga hari pengumuman tiba. Sesampai disekolah kulihat beberapa siswa
sudah berada di depan kantor dengan niat yang sama yakni menunggu hasil nama-nama
yang mendapatkan beasiswa tersebut. Yang kulakukakan sekarang cuma berdiri di
depan pintu kantor dengan rasa harap cemas menyelimutiku, sesekali aku mondar
mandir untuk meredam kegelisahanku. Tak lama kami menunggu, keluarlah pak zaim
membawa kertas putih dan ditempelkan kedinding yang berada dihadapanku, secara
berdesakkan kucoba fokus mencari namaku dari urutan atas sampai terbawah dan
hasilnya tidak ada, kucoba kembali melihat dengan sudut pandang yang lebih
dekat. Aku diam terpaku dengan tatapan kosong sembari kubicara dalam hati “ Mission
Failed”.
Sepulang sekolah kudapati ibuku dengan
wajah cerah, secerah cahaya matahari disiang itu, beliau melayangkan senyum
dengan tatapan penuh tanya! ku paham apa yang ingin ditanyakan ibuku dan ku bilang
sambil membalas senyumannya “gagal bu”. Tiba-tiba
ibuku merangkulku, menangis dan memelukku. Dengan suara terbata-bata ibu
berkata“ sabar ya nak, ibu mengerti apa yang kamu inginkan dan bagaimana usaha
yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan keinginanmu itu tapi kali ini belum
rezekimu nak. Sejenak ku hanya diam, sedih memang apalagi melihat ibuku menangis
saat itu namun setelah itu kucoba menguatkan diri dan kukatakan pada ibuku “
iya bu, gak apa-apa. Aku hanya bisa bedoa dan berusaha sebisaku bu tapi tetap
Allah yang menentukan, mungkin Allah punya jalan lain yang lebih indah bu.
Tak lama-lama kuingin berlarut dalam
kesedihan, aku melanjutkan rutinitasku seperti biasa. Aku semakin rajin untuk
mengumpulkan amunisi dengan belajar giat demi persiapan Ujian sekolah yang
tinggal menghitung hari sambil diselingi aktivitasku menulis untuk sekedar
menyalurkan hobiku. Ku tak pernah bosan untuk menulis baik menulis puisi,
cerpen dan novel dengan judul-judul yang menarik menurut teman-temanku, selain
hanya untuk ku nikmati sendiri kadang juga dengan bantuan yona, karyaku selalu
di uploadnya di dunia maya agar bisa dibaca oleh para penikmat karya sastra
dibelahan bumi lain.
****
Ketika mega jingga mulai menyelimuti
langit diiringi udara yang sejuk, aku terpaku dalam ilusi kesendirian di depan
rumah dengan posisi terlentang sambil menatap langit. Renunganku buyar ketika
yona dan ipul memanggilku, kulihat peluh menghujam mengalir didahinya, mungkin
dia habis berlari, pikirku. Dengan nada terenggah-enggah ipul berkata “ Ryan
mimpimu sebentar lagi akan terwujud “ mendengar itu ku hanya menaikkan sebelah alisku
karena kebingungan. “iya yan”, baru saja kulihat pesan masuk disalah satu akun
emailku, setelah kubaca ternyata salah satu novelmu ingin dipinang oleh
penerbit ternama, sambung yona. Mendengar hal itu, ku teriak sejadi-jadinya “
Alhamdulillaaaah” segera kuberlari masuk kedalam rumah kudapati ibuku yang lagi
duduk khusu dengan mukena yang masih melekat ditubuhnya. Ku peluk erat
tubuhnya, tepat di dihadapannya kubisikkan ditelinganya “doa ibu terjawab bu”.
Tanpa bertanya kenapa, dengan tangis haru “Alhamdulliah nak,. Selamat nak. tak
banyak kata yang dapat ibu katakan saat itu.
Terimakasih Tuhan, kau tidak selalu
memberikan semua apa yang ku pinta tapi ku selalu mendapatkan segala apa yang ku
butuhkan. Semoga ini menjadi langkah kecil ku menuju langkah yang lebih besar untuk
mencapai apa yang telah menjadi tekad mimpiku selama ini.
END
Ceritanya menarik..
BalasHapus